
Tujuh mahasiswi dari tiga kampus berbeda berkolaborasi menulis buku Ini Hidup Pertamaku, Maaf Kalau Banyak Keliru sebagai tugas akhir magang mereka di Penerbit Buku Mojok. Buku ini diterbitkan secara terbatas oleh Penerbit Kolofon, yaitu hanya 100 eksemplar, dan langsung habis terjual selama masa pre-order pada 29 April hingga 5 Mei 2025.
Para penulis merupakan mahasiswi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Politeknik Negeri Semarang (POLINES). Mereka berasal dari program studi yang beragam, mulai dari sastra hingga manajemen. Akan tetapi, justru dipertemukan dalam satu program magang dan keresahan yang serupa.
Ini Hidup Pertamaku, Maaf Kalau Banyak Keliru merupakan kumpulan esai naratif yang merangkum pengalaman hidup yang kerap dianggap sepele, tapi justru lekat dalam ingatan, seperti tumbuh dalam keluarga yang kompleks, menghadapi tekanan akademik, patah hati, kecemasan finansial, serta transisi menuju kedewasaan. Narasi dalam buku ditulis dari sudut pandang personal dan didukung dengan observasi terhadap lingkungan sekitar serta referensi dari artikel dan jurnal.
Kharisma Fitriana, salah satu penulis buku ini, menyebut bahwa menuliskan pengalaman pribadi merupakan bentuk pengungkapan hati yang tidak selalu bisa tersampaikan secara langsung. “Melalui tulisan, aku percaya bahwa setiap raga yang membaca, barangkali turut merasakan apa yang tertulis di sana. Selain sebagai bentuk pengungkapan, tulisan ini juga jadi bukti bahwa mungkin orang lain pernah mengalami hal yang serupa,” ungkapnya.
Menurut Kharisma, tantangan justru muncul saat menulis bagian yang tidak sepenuhnya berasal dari pengalaman sendiri. “Tulisan kedua aku angkat dari hasil observasi. Awalnya sempat ragu karena takut tidak bisa menyampaikannya dengan baik. Tetapi, aku coba memahami keresahan narasumber lebih dulu, lalu menulis sesuai yang ia rasakan,” ujarnya.
Alih-alih bersifat solutif atau memberi petuah, buku ini justru menawarkan ruang yang validatif dan menjadi penanda bahwa semua orang pernah bingung, gagal, dan bertanya-tanya tentang arah hidupnya, dan semua itu bukanlah hal yang memalukan. Kharisma menambahkan, “Semoga setiap raga yang membaca buku ini tidak merasa sendirian. Kalau anak-anak muda seusia kita membaca, mungkin mereka akan sadar bahwa ternyata aku sudah hidup sejauh ini.”